-
27 Jan
-
Tetap Mengabdi di Hidup Kedua
Masih dini hari, ketika Ibu Siandra merasakan hawa panas menyergap memasuki lantai 3 ruko yang ditempatinya. Cepat-cepat ia turun ke lantai 2, ternyata ruangan itu sudah penuh dengan asap tanpa Ia tahu darimana sumber apinya. Dalam keadaan panik, Ia masih sempat berpikir untuk menerobos asap, turun ke lantai satu dan segera menyelamatkan diri. Namun suaminya; Pak Supono masih dalam masa pemulihan akibat serangan stroke beberapa waktu sebelumnya. Tidak mungkin rasanya Ia berlari sendirian menembus asap dan meninggalkan suaminya yang belum mampu berjalan dengan kokoh.
Asap kian menebal, rasa cemas seketika menyergap. Satu-satunya cara untuk menghalangi asap masuk ke lantai 3 adalah menutup pintu penghubungnya dengan lantai 2. Jam di dinding masih menunjukkan pukul 03.15 pagi hari. Dengan nafas yang bergetar cemas, Ia mencoba menghubungi beberapa kerabat. Di usia yang sudah melewati angka 60, mereka memang hanya tinggal berdua. Sayang tak ada kerabat yang mengangkat telponnya, nomer darurat pun tak satu pun yang dihapalnya.
Ruko yang terbakarSeketika Siandra berlari ke balkon, dilihatnya sekeliling masih sepi. Ia berusaha menjerit meminta tolong semampunya. Sunyi, tak ada sahutan. Lingkungan tempat tinggalnya sebagian besar adalah ruko yang hanya ditempati pada jam kerja. Asap mulai menyusup masuk ke lantai 3, Siandra dan suaminya akhirnya terpaku di balkon. Ditutupnya pintu kaca penghubung balkon dan ruang tengah. Tidak dapat dilukiskan bagaimana perasaan mereka saat itu. Kalut, cemas dan bingung yang akhirnya hanya menyisakan doa. Suaminya hanya duduk terdiam, karena shock ia pun merasa penyakitnya kambuh.
Tiba-tiba saja terpikir untuk menyelamatkan beberapa surat berharga yang disimpan dalam sebuah tas. Tas itu dilemparkannya begitu saja ke halaman ruko sebelah. Setidakanya, masih ada yang masih bisa diamankan, begitu pikir Siandra. Sambil terus berdoa dan berharap ada orang yang melintas dan melihat mereka. Keduanya membiarkan asap terus memenuhi lantai 3, sambil terus memanjatkan doa. Doa yang sempat terpikir akan menjadi doa yang terakhir. “Saya pasrah, saya kira inilah akhir hidup saya”, katanya bercerita.
Sayup sayup dari sebuah masjid di kejauhan terdengar suara orang yang mulai mengaji. Ada rasa senang, artinya sudah ada orang yang terjaga dari tidurnya. Benar saja, tiba-tiba dari sudut jalanan muncul seorang laki-laki, Ia menengok k arah Siandra dan suaminya seolah memberi isyarat untuk bersabar dan menunggu. Tak beberapa lama ia kembali lagi dengan tangga, Sayangnya, Siandra dan suaminya tidak dapat turun melalui tangga yang terlampau pendek itu.
Pagi hampir menjelang, dalam beberapa menit orang-orang mulai berkumpul, mereka memberikan pertolongan seadanya, namun itu ternyata tidak banyak membantu, karena api kian membesar. Beberapa diantaranya seperti kasak kusuk mencari bantuan pemadam kebakaran. Harapan hidup keduanya seketika memuncak kembali.
Tanpa mereka tahu, di sudut jalan seorang pedagang bunga hias menelepon Command Center 112 Surabaya. Ternyata Ibu Nini, si pedagang sudah mendengar teriakan minta tolong sejak beberapa menit sebelumnya. Sama seperti korban, awalnya Bu Nini pun tidak tahu harus menghubungi siapa. Beruntung putranya yang baru duduk di SD ingat pernah ada sosialiasai tentang Command Center 112 dari Pemerintah Kota Surabaya.
Hanya dalam hitungan enam menit, Tim Rescue tiba di lokasi. Pintu bawah terlihat terkunci, korban terjebak di lantai 3. Tim lalu melakukan pembongkaran paksa pintu utama ruko kemudian menyisir ke lantai 2 dan langsung melakukan pemadaman. Dengan armada yang terdiri dari pemadam kebakaran, PLN, PMI dan Kepolisian, mereka berhasil memadamkan api, mematikan sambungan listrik dan menyelamatkan Ibu Siandra dan Pak Supono dalam hitungan kurang dari 10 menit.
Siandra sama sekali tak menduga, ternyata pertolongan Tuhan begitu dekat. Beberapa menit lalu, nyawanya dan suaminya terasa sudah di ujung tanduk, namun Tim 112 yang datang seketika menjadi rasa cemas yang begitu besar, lenyap seketika. Rasa lega dan syukur berulang-ulang diucapkan sepasang suami istri itu.
Tim 112 membawa keduanya ke ambulans, mengecek kondisi kesehatan mereka untuk meyakinkan bahwa keduanya baik-baik saja. Sesuai standar operasi, Tim 112 mewajibkan ada pihak keluarga yang menjemput korban sementara petugas membenahi lokasi kejadian.
***
Sisa KebakaranDua minggu setelah peristiwa itu, ruangan luas di lantai 1 dan 2 ruko itu, masih sepi tanpa kegiatan. Sisa-sisa kebakaran masih nampak jelas; dinding kehitaman, plafon yang nyaris runtuh dan lantai yang masih penuh debu. Tidak seperti dulu, seminggu dua tiga kali Siandra mengisinya dengan kegiatan pelayanan bagi warga miskin.
Masih teringat olehnya di sebuah pagi beberapa tahun lalu, di depan ruko duduk seorang pemulung lengkap dengan gerobaknya. Dari balik pintu kaca, hatinya tersentuh, dengan belas kasih ia menawarkan sarapan pagi pada sang pemulung. Pemulung itu menerima dengan hati bahagia, tanpa sadar mereka akhirnya terlibat obrolan panjang. Ternyata pertemuan singkat itu menjadi sebuah titik balik bagi Siandra. Beberapa hari kemudian, pemulung tersebut kembali lagi dan kali ini tidak sendiri tetapi bersama beberapa warga miskin yang bertempat tinggal tidak jauh dari kawasan Genteng.
Memang sudah beberapa tahun terakhir aktivitas bisnisnya di ruko itu mati. Dulu, jasa konsultan pendidikan yang mereka jalani cukup maju, namun kondisi persaingan bisnis dan usia sudah tidak muda lagi membuat keduanya memilih mundur dari usaha itu. Beruntung, si pemilik ruko tidak membebankan biaya sewa karena akhirnya ruko itu diperuntukkan untuk pelayanan bagi warga miskin. Orang-orang itulah yang membuat hidup Siandra menjadi lebih berarti
Peristiwa kebakaran itu seperti hidup kedua bagi Siandra dan suaminya. Selepas musibah sungguh mereka tidak berharap apa-apa selain ingin segera berbenah dan meneruskan pekerjaan mulianya. Mengabdi dan membantu sesama. Terima kasih 112.
- 27 Jan, 2017
- 168Solution Public Class